JAKARTA: Grup Bakrie berencana menerbitkan obligasi minimal US$750 juta (Rp7,13 triliun) untuk membiayai ekspansi, melunasi utang jangka pendek, dan mengakomodasi rights issue anak perusahaan.
Beberapa eksekutif yang mendengar informasi itu mengatakan selain PT Bumi Resources Tbk yang akan roadshow untuk menawarkan obligasi minimal US$500 juta, PT Bakrie & Brothers Tbk tengah bersiap menjual surat utang US$250 juta.
"Bakrie & Brothers kemungkinan besar menempuh emisi obligasi dolar. Salah satu tujuannya untuk mengakomodasi rencana rights issue dua anak perusahaan. Saat ini dalam proses memilih penjamin emisi," ujarnya kepada Bisnis pada akhir pekan lalu.
Ketika dimintai konfirmasinya, Presiden Direktur Bakrie & Brothers Nalinkant Amratlal Rathod menolak berkomentar. "Telepon Dileep saja," ujarnya.
Namun, Direktur Bakrie & Brothers Dileep Srivastava tidak merespons panggilan dan pesan singkat terkait dengan hal itu. Senior Vice President Corporate Affairs Bakrie & Brothers Siddharta Moersjid justru mengatakan belum mendapat informasi mengenai rencana aksi korporasi itu. "Jadi belum dapat memberikan respons."
Bakrie & Brothers, perusahaan induk yang dikendalikan oleh keluarga Bakrie, memerlukan pembiayaan dalam jumlah besar. Selain untuk investasi dan ekspansi, Bakrie juga harus menyiapkan dana untuk melaksanakan haknya dalam rights issue PT Energi Mega Persada Tbk dan PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk.
Bakrie & Brothers per 30 Juni 2009 menguasai 41,78% pada PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk, 16,46% saham PT Bumi Resources Tbk, dan 43,2% saham Energi Mega. "Tanpa menyuntikkan modal ke Energi Mega dan Bakrie Plantations, kepemilikan saham Bakrie pada dua anak perusahaan itu akan terdilusi," tuturnya.
Energi Mega menyiapkan rencana rights issue hingga Rp5 triliun, salah satunya untuk membiayai akuisisi blok migas dan memenuhi persyaratan perjanjian utang dengan Credit Suisse.
Dalam laporan keuangan auditan 2008, Energi Mega melalui anak usahanya EMP Holding Singapore Pte Ltd memperoleh pinjaman senilai US$450 juta dari Credit Suisse pada 8 September 2008.
Pinjaman ini untuk membiayai kembali utang sebelumnya dari Credit Suisse US$152,75 juta dan juga utang dari PMA Capital Management Ltd.
Perjanjian pinjaman tersebut mensyaratkan agar Energi Mega meningkatkan ekuitas melalui penerbitan saham baru dalam modal perusahaan minimal US$150 juta sebelum 30 Juni 2009. Namun, syarat itu tertunda karena kondisi pasar saham yang kurang kondusif.
Bakrie Plantations juga menyiapkan rencana rights issue, salah satunya untuk membiayai akuisisi perusahaan sawit dan oleokimia Domba Mas senilai Rp8 triliun.
"Pasar sebelumnya menduga Bakrie & Brothers akan rights issue. Jika emisi obligasi itu dilaksanakan, dampaknya bisa lebih positif terhadap harga saham karena tidak mendilusi kepemilikan," ujar satu manajer investasi lokal.
Obligasi Bumi
Dalam perkembangan yang lain, Bumi akhirnya memastikan rencana penerbitan obligasinya senilai minimal US$500 juta. Surat utang senior berjaminan itu akan diterbitkan Bumi melalui Bumi Capital Pte, anak usaha dengan kepemilikan penuh.
Perseroan memperoleh peringkat utang jangka panjang korporasi BB dari Standard & Poor's Ratings Services dan Ba3 dari Moody's Investors Service, keduanya dengan prospek stabil.
Perusahaan pertambangan batu bara terbesar nasional itu mengindikasikan untuk meningkatkan nilai emisi jika permintaan investor terhadap surat utang tersebut membeludak. Bumi dikabarkan telah menunjuk Credit Suisse dan Deutsche Bank untuk menangani penerbitan obligasi ini.
Sebagai perbandingan, dengan berbekal peringkat Ba1 dari Moody's dan BB+ dari Fitch Ratings, PT Adaro Indonesia, anak usaha PT Adaro Energy Tbk, bulan lalu menerbitkan obligasi US$800 juta dengan imbal hasil 7,625%.
PT Indika Energy Tbk menerbitkan obligasi US$230 juta menetapkan imbal hasil sebesar 9,75% setelah mendapat peringkat B2 dari Moody's dan B+ dari Fitch. Obligasi PT Bukit Makmur Mandiri Utama dengan peringkat Ba2 memberikan imbal hasil 11,75%.
Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas Budi Susanto mengatakan perbedaan satu level peringkat obligasi bisa mengakibatkan perbedaan imbal hasil surat utang berkisar 25 basis poin-50 basis poin.
"Kisaran tersebut bisa berubah atau bertambah lebar jika kondisi tidak normal, misalnya kondisi ekonomi atau bisnis memburuk," tuturnya.
Jika menggunakan patokan obligasi Adaro dengan peringkat Ba1, berarti obligasi Bumi yang dua level di bawahnya bisa memberikan indikasi imbal hasil 8,125%-8,625%.
Seorang bankir investasi asing menambahkan kondisi pasar obligasi global cukup berat untuk penerbitan obligasi korporasi. "Kalaupun bisa, imbal hasilnya akan mahal. Itu karena banyak perusahaan global yang membanjiri pasar dengan surat utang," tuturnya. (pudji.lestari@bisnis.co.id/wisnu. wijaya@bisnis.co.id)
Oleh Pudji Lestari & Wisnu Wijaya
Bisnis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar