FreePaypalCash.com

Selasa, 17 November 2009

Suntik Modal Rp 5 Miliar

PEMEGANG saham Bursa Efek Indonesia (BEI) menyetujui rencana penambahan modal sebesarRp 5 miliar kepada PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI). BEI sebelumya telah menyuntikkan modal untuk pendirian PHEI sebesar Rp 5 miliar.
Dengan suntikan modal baru tersebut modal BEI di PHEI menjadi Rp 10 miliar. “Ada dua agenda utamaRUPSLB (rapat umum pemegang saham luar biasa) hari ini, yakni penambahan penyertaan modal ke PHEI sebesar Rp 5miliar dan revisi rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT) untuk tahun buku 2009. Keduanya disetujui,” ungkap Direktur Utama BEI, Ito Warsito, usai RUPSLB di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (28/10).

PHEI merupakan perusahaan yang didirikan bersama antara PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) dan BEI. Salah satu tujuannya membuat harga obligasi menjadi transparan seperti halnya harga saham sehingga penilaian yang diberikan PHEI bisa menjadi acuan para investor obligasi. Lembaga ini terbentuk pada 1 Juli 2008. Semangat pendirian PHEI adalah karena rata-rata harga obligasi ditentukan lewat over the counter (OTC) alias negosiasi antara pembeli dan penjual.

Seringkali perdagangan OTC tidak memberikan acuan harga obligasi yang wajar dan sesuai engan pasar. Dengan adanya PHEI, perdagangan obligasi diharapkan menjadi lebih fair dan pelaku pasar obligasi dapat mengacu pada harga yang memang layak sesuai mekanisme pasar.

Pada tahap awal pendirian, KSEI, KPEI dan BEI menyetorkan modal masing-masing Rp 5 miliar. Total modal ditempatkan dan disetor Rp 15 miliar. Pada perkembangannya, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dan Bond Princing Agency Malaysia (BPAM) berminat menempatkan modalnya di PHEI. PHEI kemudian meminta persetujuan Badan PengawasPasar Modal & Lembaga Keuangan Bapepam-LK) untuk meningkatkan modalnya menjadi Rp 30 miliar.

Namun setelah persetujuan peningkatan modal PHEI disetujui Bapepam- LK, baik Pefindo maupun BPAM tak kunjung menyertakan odal. Padahal untuk memenuhi kententuan yang diberikan Bapepam-LK, PHEI harus meningkatkan modal sampai Rp 30 miliar.(ugi)

Rupiah Terus Jatuh

Kamis, 29 Oktober 2009

Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Kamis (29/10) pagi, turun 80 poin mendekati angka 9.700 per dolar AS, karena pelaku pasar membeli dolar AS, setelah indeks kepercayaan konsumen Amerika Serikat turun.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi 9.665-9.675 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya 9.585-9.595. Pengamat pasar uang, Farian Anwar, di Jakarta, Kamis, mengatakan, kebutuhan dolar AS setiap akhir bulan merupakan faktor utama yang menekan rupiah terpuruk hingga mencapai 9.665 per dolar AS.

Selain itu, aktifnya pelaku asing membeli dolar AS, karena mereka mulai jenuh bermain di pasar saham maupun di pasar uang global. Akibatnya, pasar saham maupun pasar uang merosot, sehingga indeks dan rupiah merosot tajam. "Kami memperkirakan aksi lepas oleh pelaku asing masih akan berlanjut, sehingga kedua pasar itu terus tertekan, " ujarnya.

Menurut dia, pelaku asing mulai mengalihkan dananya dari pasar uang, pasar komoditi, minyak, nikel, dan emas untuk kembali membeli dolar AS. Mata uang ini diperkirakan akan terus menguat hingga pelaku asing itu jenuh dan mencari pasar lain untuk mencoba menginvestasikan dananya dalam upaya mencari keuntungan yang lebih besar.

Farial Anwar mengatakan, rupiah yang terus terpuruk itu membuat Bank Indonesia melakukan aksi untuk mencegah, karena kalau terus melemah akan berakibat buruk bagi pertumbuhan ekonomi. BI diperkirakan akan masuk pasar apabila rupiah mencapai angka antara 9.700-9.800 per dolar AS. (Ant/OL-04)

Sabtu, 14 November 2009

Bursa Efek & Pasar Uang

Sampoerna Restukturisasi Anak Perusahaannya

Tiga anak perusahaan PT HM Sampoerna Tbk, yaitu PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas, PT Handal Logistik Nusantara dan PT Sampoerna Printpack Sukorejo rencananya akan direstrukturisasi oleh induknya.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Sampoerna, Yos Adiguna Ginting, saat menyampaikan keterbukaan informasi kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta (25/08/09).
Restrukturisasi itu sendiri bertujuan untuk menyelenggarakan sendiri kegiatan penjualan, distribusi serta pencetakan kemasan produk rokok yang mereka produksi.

Total Pungutan Denda oleh Bapepam-LK Mencapai Rp. 5 Miliar
Akibat terlambat menyampaikan laporan keuangan kepada Bapepam-LK, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai lembaga penyelesaian dan penyimpanan terkena denda Rp. 4,5 juta.
Sementara itu PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga dikenakan denda untuk hal yang sama, namun hanya Rp. 1 juta.
Sejak awal tahun 2009 hingga awal Agustus 2009 lalu, Bapepam-LK berarti telah mengenakan denda (sanksi) dengan nilai total denda hingga kurang lebih mencapai Rp. 5 miliar.

Bapepam-LK akan Mengimplementasikan Investor Protection Fund (IPF)
Bapepam-LK berencana untuk menjajaki kemungkinan melakukan perlindungan terhadap para investor dalam reksa dana (Investor Protection Fund/ IPF), guna melindungi dana nasabah dari kerugian akibat penggelapan yang seringkali terjadi di pasar modal.

Ketua Bapepam-LK, Ahmad Fuad Rahmany, mengatakan bahwa rencana ini tidak akan menunggu sampai dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Pasar Modal (UUPM).

Petrosea Tandatangani Kontrak Senilai Rp. 2 Triliun
Dalam paparan keterbukaan informasi di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (25/08/09), PT Petrosea Tbk (PTRO) menyampaikan bahwa perseroan telah menandatangai kontrak 60 bulan (5 tahun) untuk pengerjaan pertambangan batu bara di Sanga-Sanga, wilayah Kalimantan Timur.
Kontrak senilai USD 200 juta atau sekitar Rp. 2 triliun tersebut akan dimulai pada bulan ini, mencakup penggalian lapisan tanah (overburden) sebanyak 126 juta meter kubik dan penambangan batu bara sebanyak 14 juta ton dalam jangka waktu lima tahun kedepan.
Selain untuk melakukan ekspansi bisnis tambangnya, Presiden Direktur Petrosea, Micky Hehuwat mengharapkan bahwa agreement tersebut akan semakin memperkuat operasional pertambangan perseroan selama 5 tahun kedepan.
PT Petrosea Tbk merupakan anak perusahaan dari PT Indika Energy Tbk yang diakuisisi dari Clough International Singapore Pte. Ltd. pada pertengahan tahun ini (2009), akuisisi yang dilakukan oleh Indika terhadap Petrosea adalah senilai USD 83,8 juta.



Kinerja Bakrie Terus Anjlok
Melalui laporan keterbukaan informasi kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) (25/08/09), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) menyampaikan bahwa tidak ada lagi saham versi Management Employee Stock Option (MESOP) yang akan dikonversikan lagi.
MESOP terakhir dilaksanakan oleh perseroan adalah pada tanggal 12 Agustus 2009 lalu. Perseroan tidak akan menerbitkan saham baru lagi dalam bentuk MESOP.
Dalam kesempatan tersebut, Bakrie juga menyampaikan penurunan laba bersihnya pada semester I tahun 2009 ini hingga menjadi Rp. 56,9 miliar, dari periode sebelumnya (2008) yang berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp. 72,1 miliar atau turun sekitar 21,1 persen.

Likuiditas Saham Lebih Penting Ketimbang Jumlah Saham
Sebagai Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) yang baru, Ito Warsito akan tetap mengupayakan agar otoritas yang baru dipimpinnya tersebut bisa tetap berfokus pada likuiditas saham perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/ IPO).
Hal ini sebagaimana diungkapkannya di Gedung BEI, Jakarta (25/08/09), “Perhatian Bursa lebih kepada potensi likuiditas saham”, ujarnya.
Mengenai berapa besar jumlah saham yang akan dilepas melalui BEI, sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggung jawab perusahaan (emiten), dan kurang banyak berpengaruh kepada likuiditasnya
Likuiditas saham yang diperdagangkan pada BEI, akan menjadi sangat penting pengaruhnya ketimbang jumlah saham (%) yang dijual terhadap meningkatnya pertumbuhan pasar bursa di tanah air.

CIMB Sun Life Mulai Beroperasi September Mendatang
Pada tahun ini (2009), perusahaan patungan (joint venture) antara CIMB Group dan Sun Life Financial, yaitu PT CIMB Sun Life akan resmi beroperasi.
Kesepakatan antara kedua perusahaan tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak 16 Maret 2009 lalu, dimana mengatur tentang bisnis bancassurance dan perjanjian pemegang saham (bancassurance and shareholders agreements).
Dengan agreement tersebut, paling tidak akan membuka kesempatan bagi Bank CIMB Niaga yang juga dimiliki oleh CIMB Group untuk memperluas jaringan serta pertumbuhan bisnis bancassurance-nya pada masa-masa mendatang.

Saratoga-Northstar Segera Akuisisi Saham Elnusa
Setelah sempat dikabarkan batal akibat adanya isu penggadaian saham , sebanyak 37,15 persen saham PT Elnusa Tbk (ELSA) yang dimiliki oleh PT Tridaya Esta, dalam waktu dekat rencananya akan segera diakuisisi oleh konsorsium Saratoga-Northstar.
Saat ini, konsorsium Saratoga-Northstar merupakan preferred bidder dengan tawaran beli tertinggi, yaitu sebesar Rp. 450 per lembar saham dan akan dipertimbangkan sebagai salah satu perusahaan pengakuisisi saham yang dimiliki oleh PT Tridaya Elta tersebut.

Pasar Indonesia Masih Menjadi Incaran Investor Asing
Kabar Pilpres dan aksi bom bunuh diri yang berlangsung 2 (dua) pekan lalu ternyata bukanlah penyebab utama turunnya transaksi beli investor asing selama periode 21-24 Jui 2009 lalu, yaitu dari senilai Rp. 5,37 triliun pada pekan sebelumnya hingga berada pada kisaran 5,07 triliun atau turun sebesar 5,58 persen.
Sementara itu, tansaksi jual investor asing pada periode 21-24 Juli 2009 lalu justru menurun lebih signifikan ketimbang transaksi beli hingga mencapai 17,16 persen, yaitu dari sebesar Rp. 4,74 triliun pada pekan lalu hingga berada pada level Rp. 4,046 triliun.
Informasi tersebut merupakan data transaksi mingguan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang dipublikasikan pada hari Selasa kemarin (28/07/09).

Sekolah Pasar Modal Semakin Diminati
Peminat sekolah Pasar Modal di Surabaya pada tahun ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Kali ini, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menyelenggarakan sekolah dalam bidang pasar modal tersebut di kota Surabaya.
Sekolah yang diprakarsai oleh BEI tersebut, selain untuk menjaring para investor, juga digunakan sebagai salah satu upaya BEI untuk menyebarluaskan informasi melalui edukasi masyarakat terhadap Pasar Modal itu sendiri.
Masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai Pasar Modal, juga telah memicu BEI untuk lebih kreatif lagi untuk mencapai tujuannya dalam rangka mendapatkan 1 (satu) juta investor di Jawa Timur pada tahun 2010 mendatang.

Senin, 09 November 2009

BEI Bidik Transaksi Harian Capai Rp4,5 T



Agustina Melani

INILAH.COM, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan transaksi harian mencapai Rp4,5 triliun pada 2010. Walaupun saat ini transaksi harian jauh di bawah Rp4 triliun.

Sebelumnya BEI merevisi transaksi harian dari Rp 2,7 triliun menjadi Rp 3,75 triliun. "Angka 3,75 triliun angka yang relatif dan kami tetap optimis 2 bulan ke depan transaksi akan tetap tinggi," ujar Direktur Utama BEI Ito Warsito, Rabu (28/10).

Ia mengatakan, pada beberapa hari terakhir ada penurunan transaksi di bawah Rp 4 triliun. Pada kuartal pertama 2009 transaksi harian kurang dari Rp2 triliun. Kemudian dari April hingga Oktober 2009 transaksi harian bisa mencapai lebih Rp4 triliun. Rata-rata transaksi harian mencapai Rp4 triliun. "Kita harus berjaga-jaga beberapa hari ini ada penurunan transaksi harian di bawah Rp4 triliun," ujar Ito.

Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia Lily Widjaja mengatakan tidak mengetahui penyebab penurunan transaksi harian beberapa hari ini.

Sementara itu Senior Economist Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan karena adanya aksi profit taking oleh pelaku pasar. "Bursa saham regional anjlok karena penguatan bursa saham global ditambah IHSG sudah naik 110% dalam USD sejak awal tahun," kata Fauzi.

Sabtu, 07 November 2009

Cermati BUMI, BNBR, ELSA, INDF, POLY, AALI, DOID

JAKARTA (Bisnis.com): Harga saham sejumlah emiten Bursa Efek Indonesia pada perdagangan hari ini setidaknya akan terpengaruh kondisi keuangan, aksi korporasi, maupun berita-berita seputar perusahaan seperti BUMI, BNBR, RINA, ELSA, INDF, POLY, AALI, dan DOID.

Harian Bisnis Indonesia pada edisi hari ini, Kamis 29 Oktober 2009, memberitakan kedelapan emiten yakni:

Koreksi harga saham Grup Bakrie secara signifikan dalam 2 hari terakhir memicu penjualan panik (panic selling) saham lainnya di bursa.� Akibatnya, kapitalisasi pasar saham Grup Bakrie turun Rp10,78 triliun. Pelemahan kapitalisasi pasar terbesar dialami oleh saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Indeks harga saham gabungan (IHSG) bursa saham nasional kemarin tergelincir 2,88% (69,89 poin) ke level 2.355,31, penurunan terbesar dibandingkan dengan pelemahan indeks saham di bursa Asia Pasifik.

Analis PT Reliance Securities Tbk Gina Novrina Nasution mengatakan koreksi besar-besaran terjadi karena ada forced sell (aksi jual paksa) karena margin call yang ditimpali kepanikan pasar melihat penurunan saham Grup Bakrie. "Memang ada forced sell, tetapi lebih banyak terjadi panic selling karena ketakutan terulangnya tragedi gagal bayar tahun lalu. Jika kita perhatikan, IHSG turun terparah pada tahun lalu akibat gagal bayar transaksi repurchase agreement [repo] dan margin," tuturnya kepada Bisnis kemarin.

Dalam riset Goldman pada 21 Oktober, saham Bumi direkomendasikan jual dengan target harga Rp2.300 dalam 12 bulan ke depan. Analis Goldman Patrick Tiah dan Nikhil Bhandari mengungkapkan saham perusahaan pertambangan batu bara itu secara historis diperdagangkan berkali lipat lebih tinggi. Mereka menilai hal itu terjadi karena nilai kapitalisasi pasar yang besar dan likuiditas perdagangan yang tinggi lebih dari US$100 juta per hari (bukan US$100 seperti ditulis kemarin)

Menanggapi tentang transaksi repo yang dilakukan oleh PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito menilai itu hal yang biasa. "Biarkan anggota bursa menghitung risikonya masing-masing karena kami tidak tahu reponya berapa dan pada harga berapa," ujarnya, kemarin.

PT Katarina Utama Tbk (RINA) tengah bernegosiasi dengan beberapa bank untuk menyiapkan pinjaman guna memperkuat ekspansi pada tahun depan. Opsi obligasi juga disiapkan untuk mengantisipasi kebutuhan modal lebih besar. Fazli Zainal Abidin, Direktur Utama Katarina, mengatakan pihaknya tengah melakukan pembicaraan dengan beberapa bank untuk menyiapkan fasilitas kredit bagi perseroan. Tingginya suku bunga masih menjadi kendala utama pembiayaan tersebut. "Ada beberapa bank yang sedang bernegosiasi dengan kami, tetapi saya belum bisa menyebutkan identitas banknya apa saja. Nilainya juga masih dibicarakan," tuturnya seusai rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB), kemarin.

Hasil pencatatan perdana Katarina senilai Rp 33,6 miliar, lanjutnya, telah digunakan sesuai dengan prospektus. Dalam dokumen penawaran itu, perseroan menggunakan 90% dana untuk membeli peralatan tower dan 10% untuk menambah kantor cabang. Mohd Sopiyan Mohd Rashdi, Direktur Keuangan Katarina, menambahkan pendanaan bank kemungkinan tidak direalisasikan pada tahun ini, melainkan pada tahun depan untuk memperkuat ekspansi dari proyek yang telah digarap yakni mesin ATM (anjungan tunai mandiri). "Kalau proyek sudah selesai dan perlu ekspansi lagi, baru nanti diperlukan dana dari bank. Jika sekarang, kredit bunga masih tinggi. Tidak menutup kemungkinan kami nanti juga menerbitkan obligasi," ujarnya.

Proyek dari Bank Windu Kentjana senilai Rp2 miliar-Rp3 miliar itu berupa pendirian 20-30 buah mesin ATM di Jakarta. Fazli memperkirakan kontribusi proyek tersebut untuk pendapatan tahun ini di bawah 1%.
Negosiasi divestasi 37,15% saham PT Elnusa Tbk antara PT Tridaya Esta selaku penjual dan Konsorsium Saratoga Capital selaku pembeli mengalami deadlock. CEO Recapital Advisor Rosan Perkasa Roeslani menuturkan saat ini tidak ada pembicaraan lanjutan mengenai transaksi saham Elnusa tersebut. Dia juga tidak menyebutkan target waktu negosiasi ini dituntaskan. "Saat ini tidak ada pembicaraan lagi mengenai transaksi itu. Namun kami berupaya transaksi bisa diselesaikan sebelum tahun ini," ujarnya kemarin.

Menurut Rosan, sejauh ini juga belum ada kesepakatan yang dicapai antara Konsorsium Saratoga dan Tridaya termasuk juga mengenai kesepakatan harga saham. Harga saham Elnusa, kemarin ditutup melemah 3,08% menjadi Rp315 dibandingkan dengan hari sebelumnya senilai Rp325 per saham.

CEO Saratoga Sandiaga S. Uno baru-baru ini juga menuturkan belum ada perkembangan mengenai transaksi 37,15% saham Elnusa dari Tridaya kepada Konsorsium. Proses divestasi 37,15% saham Elnusa sebenarnya dimulai pada April. Pada 11 Juni, penjual mengumumkan konsorsium Saratoga terpilih sebagai preferred bidder atas saham Elnusa yang akan dijual, mengalahkan Pertamina dan Konsorsium Ciptadana.

Konsorsium Saratoga diberi tenggat selama 8 pekan untuk menuntaskan transaksi, terhitung sejak 11 Juni. Namun, hingga batas waktu yang ditetapkan, Konsorsium Saratoga belum menuntaskan pembelian saham Elnusa. Pendiri dan Direktur Saratoga Edwin Soeryadjaya beberapa waktu lalu memproyeksikan transaksi tersebut bisa tuntas sebelum akhir tahun ini.

PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) segera mengalihkan kepemilikan saham beserta kewajiban tanpa bunga di lima anak usaha perseroan kepada PT Indofood Consumer Branded Products (CBP) Sukses Makmur. Selain itu, perseroan juga akan menggabungkan (merger) sebanyak lima anak usahanya menjadi satu badan usaha. Indofood akan mengalihkan 51% saham Indofood Fritolay Makmur, 100% saham Drayton Pte Ltd ke Indofood CBP. Drayton secara tidak langsung memiliki 68,57% PT Indolakto dan obligasi konversi senilai Rp1,09 triliun.

Selain itu, Indofood mengalihkan kepemilikan saham anak usaha lain ke Indofood CBP yaitu 60% PT Surya Rengo Containers, 50% saham PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia, 100% saham Indofood (M) Food Industries Sdn Bhd dan pinjaman tanpa bunga yang per 30 September senilai US$3,09 juta. Indofood CBP selanjutnya akan dimerger dengan empat anak usaha yang lain, yaitu PT Gizindo Prima Nusantara, PT Indosentra Pelangi, PT Cipta Kemas Abadi, dan PT Indobiskuit Mandiri Makmur.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan Indofood Werianty Setiawan melalui keterbukaan informasi bursa mengungkapkan dalam merger tersebut Indofood CBP tetap berdiri sebagai perusahaan hasil merger yang menerima seluruh aset maupun kewajiban serta usaha dari perusahaan yang bergabung. "Untuk pengalihan saham, pelaksanaannya akan tergantung pada RUPS masing-masing anak usaha, persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM], serta persetujuan maupun pemberitahuan ke kreditur masing-masing anak usaha," paparnya kemarin.

Senin, 02 November 2009

Grup Bakrie jual obligasi Rp7,13 triliun Energi Mega & Bakrie Plantations siapkan rights issue

JAKARTA: Grup Bakrie berencana menerbitkan obligasi minimal US$750 juta (Rp7,13 triliun) untuk membiayai ekspansi, melunasi utang jangka pendek, dan mengakomodasi rights issue anak perusahaan.

Beberapa eksekutif yang mendengar informasi itu mengatakan selain PT Bumi Resources Tbk yang akan roadshow untuk menawarkan obligasi minimal US$500 juta, PT Bakrie & Brothers Tbk tengah bersiap menjual surat utang US$250 juta.

"Bakrie & Brothers kemungkinan besar menempuh emisi obligasi dolar. Salah satu tujuannya untuk mengakomodasi rencana rights issue dua anak perusahaan. Saat ini dalam proses memilih penjamin emisi," ujarnya kepada Bisnis pada akhir pekan lalu.

Ketika dimintai konfirmasinya, Presiden Direktur Bakrie & Brothers Nalinkant Amratlal Rathod menolak berkomentar. "Telepon Dileep saja," ujarnya.

Namun, Direktur Bakrie & Brothers Dileep Srivastava tidak merespons panggilan dan pesan singkat terkait dengan hal itu. Senior Vice President Corporate Affairs Bakrie & Brothers Siddharta Moersjid justru mengatakan belum mendapat informasi mengenai rencana aksi korporasi itu. "Jadi belum dapat memberikan respons."

Bakrie & Brothers, perusahaan induk yang dikendalikan oleh keluarga Bakrie, memerlukan pembiayaan dalam jumlah besar. Selain untuk investasi dan ekspansi, Bakrie juga harus menyiapkan dana untuk melaksanakan haknya dalam rights issue PT Energi Mega Persada Tbk dan PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk.

Bakrie & Brothers per 30 Juni 2009 menguasai 41,78% pada PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk, 16,46% saham PT Bumi Resources Tbk, dan 43,2% saham Energi Mega. "Tanpa menyuntikkan modal ke Energi Mega dan Bakrie Plantations, kepemilikan saham Bakrie pada dua anak perusahaan itu akan terdilusi," tuturnya.

Energi Mega menyiapkan rencana rights issue hingga Rp5 triliun, salah satunya untuk membiayai akuisisi blok migas dan memenuhi persyaratan perjanjian utang dengan Credit Suisse.

Dalam laporan keuangan auditan 2008, Energi Mega melalui anak usahanya EMP Holding Singapore Pte Ltd memperoleh pinjaman senilai US$450 juta dari Credit Suisse pada 8 September 2008.

Pinjaman ini untuk membiayai kembali utang sebelumnya dari Credit Suisse US$152,75 juta dan juga utang dari PMA Capital Management Ltd.

Perjanjian pinjaman tersebut mensyaratkan agar Energi Mega meningkatkan ekuitas melalui penerbitan saham baru dalam modal perusahaan minimal US$150 juta sebelum 30 Juni 2009. Namun, syarat itu tertunda karena kondisi pasar saham yang kurang kondusif.

Bakrie Plantations juga menyiapkan rencana rights issue, salah satunya untuk membiayai akuisisi perusahaan sawit dan oleokimia Domba Mas senilai Rp8 triliun.

"Pasar sebelumnya menduga Bakrie & Brothers akan rights issue. Jika emisi obligasi itu dilaksanakan, dampaknya bisa lebih positif terhadap harga saham karena tidak mendilusi kepemilikan," ujar satu manajer investasi lokal.

Obligasi Bumi

Dalam perkembangan yang lain, Bumi akhirnya memastikan rencana penerbitan obligasinya senilai minimal US$500 juta. Surat utang senior berjaminan itu akan diterbitkan Bumi melalui Bumi Capital Pte, anak usaha dengan kepemilikan penuh.

Perseroan memperoleh peringkat utang jangka panjang korporasi BB dari Standard & Poor's Ratings Services dan Ba3 dari Moody's Investors Service, keduanya dengan prospek stabil.

Perusahaan pertambangan batu bara terbesar nasional itu mengindikasikan untuk meningkatkan nilai emisi jika permintaan investor terhadap surat utang tersebut membeludak. Bumi dikabarkan telah menunjuk Credit Suisse dan Deutsche Bank untuk menangani penerbitan obligasi ini.

Sebagai perbandingan, dengan berbekal peringkat Ba1 dari Moody's dan BB+ dari Fitch Ratings, PT Adaro Indonesia, anak usaha PT Adaro Energy Tbk, bulan lalu menerbitkan obligasi US$800 juta dengan imbal hasil 7,625%.

PT Indika Energy Tbk menerbitkan obligasi US$230 juta menetapkan imbal hasil sebesar 9,75% setelah mendapat peringkat B2 dari Moody's dan B+ dari Fitch. Obligasi PT Bukit Makmur Mandiri Utama dengan peringkat Ba2 memberikan imbal hasil 11,75%.

Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas Budi Susanto mengatakan perbedaan satu level peringkat obligasi bisa mengakibatkan perbedaan imbal hasil surat utang berkisar 25 basis poin-50 basis poin.

"Kisaran tersebut bisa berubah atau bertambah lebar jika kondisi tidak normal, misalnya kondisi ekonomi atau bisnis memburuk," tuturnya.

Jika menggunakan patokan obligasi Adaro dengan peringkat Ba1, berarti obligasi Bumi yang dua level di bawahnya bisa memberikan indikasi imbal hasil 8,125%-8,625%.

Seorang bankir investasi asing menambahkan kondisi pasar obligasi global cukup berat untuk penerbitan obligasi korporasi. "Kalaupun bisa, imbal hasilnya akan mahal. Itu karena banyak perusahaan global yang membanjiri pasar dengan surat utang," tuturnya. (pudji.lestari@bisnis.co.id/wisnu. wijaya@bisnis.co.id)

Oleh Pudji Lestari & Wisnu Wijaya
Bisnis Indonesia
FreePaypalCash.com