Kamis, 29 Oktober 2009
Kasus Madoff Memakan Korban : Seorang Manajer Investasi Bunuh diri
Posted by Paperless Media at 10:32 PM . Tuesday, December 23, 2008
Labels: Artikel
Cerita tentang kasus Bernard Madoff kini semakin meluas. Seorang fund manager asal Prancis ditemukan tewas di New York, Selasa (23/12/2008).
Thierry Magon de la Villehuchet, 65, co-founder Access International, ditemukan tewas di sebuah perkantoran di New York, di lantai 22. Polisi memperkirakan dia tewas sekitar pukul 19.00 waktu setempat dengan cara mengiris kedua pergelangannya dengan sebuah box cutter.
Penyebab kematiaan Villehuchet hingga kini masih diselidiki secara medis di New York City Medical.
Menurut salah satu teman dekatnya, Villehuchet diperkirakan tidak mampu mengatasi tekanan atas kerugian klien-kliennya yang mencapai Rp. 30 triliun.
Villehuchet sendiri sebenarnya telah mencoba untuk mencari cara mengembalikan uang klien2nya yang mencapai dua miliar euro, dimana 75% dana tersebut di investasikan di Bernard Madoff.
Menurut temannya, Villehuchet takut dirinya dituntut kliennya di pengadilan. “Access adalah miliknya, dan Madoff adalah manager yang dia percayai. Saya makan siang denganya dua pekan lalu dan dia cerita bagaimana dia beruntung berbisnis dengan Madoff yang merupakan satu-satunya manager terbaik dan jujur.”
Menikah tanpa anak, Villehuchet orang yang dihormati dan penuh humor. “Bunuh diri sepertinya kontradiksi dengan kepribadian dia,” ujar Marie-Monique Steckel, kawan lamanya yang menjabat sebagai Presiden Institut Alliance Prancis.
Madoff sendiri saat ini sedang menjalani tahanan rumah (foto diatas diambil saat Medoff pulang ke apartemennya, 17 Desember 2008, courtesy : newsdaily.com).
Kasus penipuan oleh Madoff merupakan kasus penipuan terbesar sepanjang sejarah yang dilakukan oleh seorang individu, dimana nilai penipuannya mencapai Rp 600 triliun. Korbannya pun bukan hanya orang biasa, tapi juga perusahaan-perusahaan besar dan yayasan-yayasan sosial.
Madoff memang banyak dipercaya karena kepiawaiannya mengelola uang dengan berbagai analisa yang rumit. Kliennya yang kebanyakan adalah yayasan sosial Yahudi percaya kepada Madoff karena dia juga seorang Yahudi yang terkenal jujur dan dermawan.
Terbongkarnya kasus Madoff berawal sejak krisis ekonomi di Amerika terjadi, banyak orang yang menarik dana tiba-tiba sehingga kesulitan likuiditas.
ya mungkin ini salah satu hikmah dari krisis ekonomi Amerika dan global.
Rabu, 28 Oktober 2009
Nasabah Diamond Investa tolak opsi Bakrie Life
13 October 2009, 12:15 am | No Comments
Negosiasi PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) dengan nasabah Diamond Investa terancam buntu karena nasabah menolak opsi apapun di luar pembayaran dana pokok dan manfaat investasi paling lambat 31 Desember.
Nasabah membentuk tim Penyelamat Pengembalian Dana Nasabah Bakrie Life yang didukung oleh sekitar 70 pemegang polis dari Jakarta dan Bandung pada 10 Oktober. Tim inti terdiri dari lima orang nasabah yang sudah melakukan tugas pertama untuk konsolidasi dan inventarisasi nasabah di Jakarta dan Bandung.
Tim itu mengancam akan menempuh jalur hukum sebagai jalan memperjuangkan dana nasabah jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
“Waktu pelunasan pada akhir tahun itu sudah sangat panjang, nasabah sudah berbaik hati karena ini berarti sudah 1 tahun 4 bulan sejak mereka gagal bayar. Kami akan menempuh jalur hukum jika memang sudah waktunya,” tutur seorang nasabah yang masuk dalam tim Penyelamat Pengembalian Dana Nasabah Bakrie Life hari ini.
Nasabah tersebut mengatakan manajemen Bakrie Life sudah bertemu dengan nasabah Bandung dan perwakilan agen di Jakarta untuk mengajukan skema baru. Skema yang ditawarkan adalah pembayaran dana pokok hingga Januari 2012 sebesar 15% atau 20% tahun pertama, 15% atau 20% tahun kedua dan 70% atau 60% tahun ketiga, sedangkan bunga investasi dipotong dari 12%-13% yang dijanjikan menjadi hanya 9,5%.
“Semua nasabah menolak. Mau dicicil berapapun, kami tetap minta lunas 31 Desember dengan bunga yang sudah dijanjikan mereka di awal. Bahkan jalur hukum bisa lebih cepat dilakukan jika ada indikasi mereka tidak akan bayar kewajibannya,” tegasnya.
Perwakilan nasabah sudah bertemu dengan Kepala Biro Pengaduan Masyarakat Sekretariat Negara pada 8 Oktober dan dijanjikan akan dilakukan analisis mendalam atas kasus itu.
Senin, 26 Oktober 2009
Portofolio Investasi PT Jamsostek Rp 40,18 Triliun
Rangkuti menjelaskan, portofolio investasi tersebut berada di deposito Rp19,1 triliun (47 persen), obligasi Rp16,5 triliun (42 persen), saham Rp3,3 triliun (8,5 persen), reksadana Rp517 miliar atau 1,33 persen. Sedangkan sisanya di properti dan penyertaan Rp650 miliar atau 1,6 persen.
Khusus investasi di pasar modal, investasi tersebut hanya ditempatkan pada saham-saham unggulan atau yang masuk dalam saham LQ-45 (45 saham likuid). Sedangkan investasi di obligasi, juga pada obligasi yang memiliki rating minimal A minus atau pada obligasi yang diterbitkan pemerintah.
Hingga triwulan pertama 2006, kata Rangkuti, keuntungan dari hasil investasi tersebut telah mencapai Rp1,823 triliun. Hasil investasi tersebut menjadi bagian peserta jaminan hari tua (JHT) sebesar Rp1,4 triliun, dan sisanya Rp4,23 miliar pada non JHT.
Sedangkan laba bersih hingga triwulan pertama 2006 mencapai Rp427,47 miliar. Sementara total aset Rp41,517 triliun atau meningkat dibanding akhir tahun lalu yang Rp37 triliun.
* Naikkan Bunga JHT
Rangkuti menyatakan mulai Juli-Desember 2006 PT Jamsostek menaikkan bunga JHT dari 8,5 persen menjadi 10 persen. Sedangkan untuk saldo JHT tetap diberikan bunga 10 persen sepanjang 2006.
Pernyataan itu sekaligus membantah adanya tuduhan yang menyatakan bunga JHT lebih kecil dari deposito perbankan. PT Jamsostek, kata dia, tidak mungkin menurunkan bunga JHT hanya untuk memasukkan selisih bunga tersebut dalam keuntungan perusahaan.
“Tuduhan tersebut itu tak benar. Tuduhan itu tidak ada dalam temuan BPK,” kata Rangkuti.
Ia menambahkan justru sebaliknya, PT Jamsostek mengalihkan 50 persen dari keuntungan investasi non JHT ke dana cadangan JHT. Dana tersebut diperuntukkan jika perusahaan tak bisa memenuhi kewajibannya memberikan bunga JHT sesuai kesepakatan.
Sebagai contoh, pada 2005 perusahaan terpaksa menyisihkan Rp42 miliar dana cadangan JHT untuk membayarkan bunga JHT sesuai kesepakatan 8,5 persen. “Bunga JHT 8,5 persen itu lebih besar dibandingkan bunga deposito perbankan selama 2005 yang sebesar 7,25 persen,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban melaporkan Dirut PT Jamsostek ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penurunan bunga JHT peserta Jamsostek.
Menurut Rekson, penurunan bunga JHT peserta Jamsostek pada 2005 menjadi lebih rendah dari bunga deposito bank telah merugikan peserta jamsostek Rp288 miliar. “Jamsostek sengaja mengurangi manfaat JHT agar terlihat PT Jamsostek mendapat keuntungan besar pada 2005, padahal keuntungan itu didapat dari pengalihan dana manfaat JHT dalam pos laba.”
Rekson mengatakan, pada 2002 Jamsostek memberikan bunga JHT sebesar 12 persen atau lebih besar dibanding bunga bank yang 11,5 persen. Pada 2003 bunga JHT sebesar 12 persen atau sama dengan bunga bank. Dan pada 2004 bunga JHT 8,5 persen, lebih tinggi dibanding bunga deposito yang sebesar 6,5 persen.
Namun, pada 2005, atas kebijakan Iwan P Pontjowinoto, Jamsostek memberikan bunga JHT 8 persen, sedangkan bunga bank 9,2 persen. Kebijakan itu merugikan peserta Rp288 miliar dari yang seharusnya Rp2,637 triliun menjadi Rp2,339 triliun.
Sumber : (int) Fajar Online, Jakarta